Asrama Mahasiswa Buton di Kota Makassar: Kondisi dan Fasilitas yang Kini Memerlukan Perhatian Pemerintah




Makassar, 10 Juli 2025 – Di tengah hiruk-pikuk Kota Makassar yang terus berkembang, berdiri sebuah bangunan sederhana di Jl. Rappocini Faisal 14 Lorong 7, Banta-Bantaeng. Bangunan itu adalah Asrama Mahasiswa Buton—tempat tinggal sekaligus rumah kedua bagi para mahasiswa asal Kepulauan Buton seperti Baubau, Buton Selatan, dan Wakatobi yang menuntut ilmu di Makassar. Berdiri sejak tahun 2000, asrama ini menjadi bukti nyata perantauan demi pendidikan. Namun, kini kondisinya kian memprihatinkan.

Secara umum, bangunan asrama ini memiliki sekitar 30 kamar tidur. Dua sumur menjadi sumber air utama, serta tersedia beberapa kamar mandi yang digunakan bersama. Namun, seiring bertambahnya usia, bangunan yang awalnya kokoh mulai menunjukkan banyak kerusakan. Salah satunya adalah atap yang bocor. Setiap musim hujan tiba, air masuk ke dalam kamar-kamar, menyebabkan barang-barang pribadi mahasiswa sering kali basah.

Tak hanya itu, terbatasnya jumlah kamar mandi menjadi persoalan tersendiri. Para penghuni harus antre untuk mandi, mencuci pakaian, bahkan untuk sekadar mengambil air. Hal ini cukup menyulitkan, apalagi saat mereka harus bersiap kuliah di pagi hari. Kondisi ini diperparah dengan tidak adanya ruang belajar yang layak. Para mahasiswa terpaksa belajar di dalam kamar yang sempit, atau di lorong-lorong dengan penerangan seadanya.

Setelah melakukan mewawancara dengan dua penghuni asrama untuk mengetahui lebih dalam kondisi yang mereka alami. Salah satunya adalah Anang, mahasiswa semester tujuh yang sudah menetap di asrama ini sejak awal kuliah. Ia mengaku, meski sudah terbiasa hidup sederhana, kondisi asrama saat ini benar-benar tidak mendukung aktivitas belajar.

“Kami tidak menuntut banyak, hanya ingin fasilitas dasar yang layak. Atap bocor, kamar mandi kurang, dan ruang belajar pun tidak ada. Kalau sudah hujan, kita tidak bisa tidur tenang. Kasur bisa basah. Kami berharap pemerintah daerah atau siapa saja yang peduli bisa bantu memperbaiki,” ungkapnya.

Senada dengan itu, Nur Astina, mahasiswi asal Buton Selatan, mengatakan bahwa dirinya merasa prihatin dengan kondisi ini. Ia bahkan beberapa kali mengalami sakit karena tinggal di ruangan yang lembap dan kurang ventilasi.

“Saya sudah dua kali demam karena udara kamar terlalu pengap. Jendela juga rusak, tidak bisa dibuka, ditambah lagi banyaknya nyamuk membuat kami sering merasa tidak nyaman. Tapi kami tetap bertahan karena ini satu-satunya tempat tinggal. Kalau sewa kost di luar, biayanya mahal,” ujarnya.

Kondisi ini tentu sangat ironis jika dibandingkan dengan semangat para mahasiswa penghuni asrama yang tetap tinggi dalam menuntut ilmu. Mereka aktif dalam organisasi, rajin mengikuti perkuliahan, bahkan saling membantu jika ada yang kesulitan. Semangat gotong royong dan rasa kekeluargaan menjadi kekuatan utama mereka bertahan dalam keterbatasan.

Berdasarkan informasi dari Forkoppmas Makassar (Forum Pemuda Pelajar Mahasiswa Siompu), yaitu salah satu Forum Mahasiswa yang berasal dari Buton, asrama ini awalnya dibangun dengan bantuan tokoh-tokoh masyarakat Buton yang berada di perantauan. Namun, sejak berdiri, belum ada renovasi besar-besaran dari pemerintah daerah. Padahal, jumlah mahasiswa asal Buton yang kuliah di Makassar terus bertambah dari tahun ke tahun. Forkoppmas Makassar menyebutkan bahwa idealnya asrama ini direnovasi total atau setidaknya mendapat bantuan rutin untuk perawatan fasilitas dasar.

Permasalahan yang dihadapi Asrama Mahasiswa Buton sebenarnya mencerminkan persoalan yang lebih luas: lemahnya perhatian pemerintah terhadap kebutuhan mahasiswa daerah di luar wilayah asalnya. Padahal, mahasiswa seperti mereka adalah aset daerah. Mereka akan kembali dengan pengetahuan dan keahlian yang dapat membangun daerahnya. Namun bagaimana mereka bisa fokus belajar jika tempat tinggal pun tidak layak?

Sudah saatnya pemerintah daerah dari wilayah asal para mahasiswa ini, seperti Kabupaten Buton, Buton Selatan, dan Wakatobi, mengambil langkah konkret. Renovasi asrama, penyediaan fasilitas belajar, dan bantuan operasional adalah bentuk tanggung jawab terhadap anak-anak daerah yang sedang berjuang menuntut ilmu.

Terlepas dari segala keterbatasan, Asrama Mahasiswa Buton tetap menjadi ruang yang hangat. Di sinilah cerita tentang tekad, solidaritas, dan perjuangan dirangkai hari demi hari. Para penghuninya bukan hanya sekadar menempati bangunan tua, tetapi menjadikan asrama sebagai simbol perjuangan mereka sebagai mahasiswa rantau.

Jika asrama ini diperbaiki dan difasilitasi dengan layak, bukan tidak mungkin akan lahir lebih banyak lagi generasi Buton yang cemerlang dan berkontribusi besar bagi daerah dan bangsa. Tapi jika terus dibiarkan, bisa saja semangat itu perlahan padam. Asrama Mahasiswa Buton memang bukan gedung mewah. Tapi ia menyimpan harapan, cita-cita, dan perjuangan generasi muda daerah. Dan kini, harapan itu menanti untuk didengar.


Komentar